Sunday, March 29, 2015

Tentang Saya

Halo selamat berbahagia semuanya!!!! Karena "selamat malam" sudah begitu mainstream dalam kehidupan blog saya yang keren ini. #PujilahTentangmuSebelumOrangLainMemujinya #Ihik #Soft.
Sebenernya males sih bilang kalau saya salah satu mahasiswi yang sedang menggeluti bidang psikologi. Bukan males karena saya gak suka dengan bidang yang tidak sengaja saya pilih ini untuk menghias nama belakang saya ketika wisuda nanti. Bukan sama sekali. Cerita sedikit, saat saya lulus SMA saya sama sekali tidak ingin yang namanya kuliah. Sungguh tidak ingin dan tidak tertarik untuk menjadi mahasiswi di universitas mana pun. MANA PUN. Saya masih belum siap untuk benar-benar memilih jurusan apa yang saya pikir menggambarkan diri saya. Saya pikir kuliah adalah suatu sarana bagi saya untuk berhubungan dengan masa depan [....yang cerah], yang mana saya harus benar-benar menyukai bidang tersebut. Karena jika tidak bagaimana saya bisa menikmati sisa hidup saya jika saya sangat tidak mengukai pekerjaan yang saya pilih berdasarkan hasil jerih payah saya kuliah. Masih berkorelasi lah ya maksud saya antara kuliah di jurusan apa dan bekerja jadi apa setelah lulus dari jurusan tersebut. Begindang. Saya lebih tertarik dengan pendidikan kedinasan. Sejak kecil saya jarang membayangkan kalau saya akan kuliah seperti yang sinetron-sinetron Indonesia gambarkan. Setelah satu tahun lamanya saya mencoba untuk mengikuti berbagai tes masuk pendidikan kedinasan dan selalu saja, bukan rezeki saya. 

Begitu banyak desakan dari orang-orang sekitar saya untuk... "Kamu tuh mau kemana sih? Mau jadi apa? Kuliah gih..." hingga ancaman dari sahabat "Gue gak mau tau lu harus kuliah tahun ini ya!". Dari dalam diri sesungguhnya masih tidak tahu untuk lanjut kemana dan ambil jurusan apa di universitas mana, namun separuh dari diri saya pun berkontribusi dalam berpikir serta memaksa agar lekas membuat pilihan untuk kuliah. Ibunda saya menyuruh untuk ikut tes masuk bersama perguruan tinggi negeri dan kemudian saya mendaftar untuk iseng semata [kurang ajar], saking frustasinya jadi pengangguran hampir setahun lamanya. Saya akhirnya benar juga mengikuti tes tersebut, saya dapat tempat tes di Kebayoran Baru di salah satu SMK Penerbangan terkenal disana. Selama beberapa hari saya pergi dengan adik kelas saya yang tidak disangka-sangka ia juga dapat tempat tes di tempat yang sama dengan saya, Ferguson namanya. Saya tidak menganggap itu sebagai beban "kerjakan apa yang bisa dikerjakan, jika ragu maka jangan menjawab" itu prinsip saya dalam mengisi jawaban soal soal tersebut. 

Saya tidak menunggu hasilnya secara antusias. Bahkan saya tahu kapan hasilnya diumumkan saat orang-orang ramai di twitter mengenai pengumuman. Banyak ucapan selamat di timeline banyak juga yang menyemangati diri sendiri karena tidak lulus tes. Baru saya mengecek milik saya dengan memasukkan nomor tes dan lain lain, hasil tes saya muncul "Selamat Anda Diterima di Universitas Brawijaya Jurusan Ilmu Administrasi Publik". Saya cukup senang dengan hal ini Malang adalah salah satu kota yang bersuhu rendah, kota yang saya tahu dari teman-teman adalah kota yang asri meskipun kecil, dan cukup damai untuk menjadi pelajar di kota sana. Sebab saya sangat suka suhu rendah, saya suka ketenangan, saya suka menyendiri, saya suka keasrian. Ahhhhh bahagianya. Banyak sekali teman-teman, sahabat, adik-adik kelas dan orang-orang lain yang memberikan ucapan selamat. Karena memang tidak mudah lulus tes SBMPTN [pada saat itu namanya], “Rezeki..” lirihku. Senangku bertambah dengan teman-teman yang sudah mengenyam bangku perkuliahan di Kota Malang bergembira dengan hasil tersebut “Yay… Malang makin rame!” mungkin begitu gerutuannya. Namun, hal tersebut tidak disambut begitu baik oleh orang tua saya yang sedikit kecewa karena mereka masih menginginkan saya untuk berkuliah dengan almamater kuning. Ya... Universitas Indonesia, kampus pilihan pertama saya dengan impian akan diterima di salah dua dari jurusan FISIP-UI. Mungkin bagi mereka Malang terlalu jauh. Saya tidak terlalu berharap masuk UI sih, karena apa? Depok panas! hahahahha bego memang. Saya tipikal orang yang memang terobsesi dengan hasil namun tidak luput juga bagi saya untuk memikirkan prosesnya. Saya senang belajar di lingkungan dan fasilitas yang mendukung pula. Saya masih berprinsip dimanapun belajarnya jika kebutuhan-kebutuhan saya terpenuhi dengan sempurna maka saya akan mampu memberikan hasil yang optimal. Cupu memang. Saya bisa jadi unmood untuk belajar ketika tidak ada jaringan internet, padahal belajarnya tidak begitu membutuhkannya namun internet bisa menjadi salah satu penguat rasa ingin belajar saya, unmood belajar saat pulpen kesukaan saya hilang. Macam-macam jenis alasan. Orang bilang saya procastinator, saya menjawab terkadang ya dan terkadang tidak. 

Saya diharuskan untuk daftar ulang mahasiswa baru di calon kampus saya itu, pada dua hari sebelum penutupan pendaftaran mahasiswa baru, saya tiba di Malang bersama teman-teman lainnya. Alhamdulillahnya itu bulan Ramadhan. Alhamdulillahnya lagi kami naik kereta, buka puasa di kereta, sahur di kereta, ketiduran di kereta, pokoknya semua-semua di kereta. Memakan satu harian full di kereta. Tidak salah apa yang telah diceritakan teman-teman soal Malang. Udaranya sejuk, rapih, menyenangkan, dan masih banyak sekali kesan yang tersisa yang saya ingat hingga saat ini. Ahhhhh saya begitu jatuh cinta dengan Malang si kota bakso ini. Sudah banyak bayangan apabila benar terwujud jika saya akan tinggal di Malang nantinya, kurang lebih selama 4 tahun untuk dapat gelar S1, sarjana ilmu administrasi negara. Selama di Malang, saya berkeliling, ke alun-alun kota Batu di malam hari, makan ketan susu legenda. Seru sekali meskipun hanya dua hari saja.

Selang beberapa minggu setelah saya sampai di Jakarta dengan hati riang sebab akan segera menjadi perantauan ada pertemuan keluarga besar. Biasa, berziarah lalu makan-makan sepulangnya, di sebuah restoran. Para paman dan ayahanda berdiskusi soal hal ini, maklum saya cucu perempuan pertama dan cukup mendapat perhatian segala gerak-geriknya. Mulai pacaran sama siapa, di sekolah ranking berapa, nilai rata-rata berapa…. Cukup rumit memang. Salah satu paman saya mengatakan bahwa untuk berkuliah di Jakarta saja dan mengambil jurusan Psikologi di salah satu universitas dengan alasan dekat dengan rumahnya dan dari rumah saya pun tidak begitu jauh. Entah mengapa semangat saya untuk kuliah di luar kota pun sedikit memudar karena kurangnya dukungan serta pemikiran orang tua yang kembali berubah. “Ada benarnya juga…kuliah di Jakarta saja..” ayah saya berkata. Mood saya untuk berkuliah kembali menurun dan sangat pasrah dengan keputusan-keputusan yang entah dari mana datangnya. Sempat saya memberi argument perihal jurusan apa yang saya inginkan dan kampus mana yang saya inginkan pula. Singkat cerita si frustasi, sang pembuat cerita ini pasrah akhirnya mendaftarkan dirinya di kampus yang berhadapan dengan jalan tol yang tidak pernah sepi, kadang bukan terlihat seperti jalan tol, melainkan parkir gratis di jalan tol. Ya Universitas Esa Unggul.

Menarik kembali ke beberapa hari sebelum saya mendaftar, yang saya khawatirkan bukan lagi universitas mana, melainkan jurusan apa. PSIKOLOGI! Waw! Pada saat itu, apa yang saya pikirkan tentang seorang psikolog adalah mirip dewa, mendekati nabi. Tidak punya masalah, bisa membuat orang yang mentalnya rusak jadi benar lagi.Saya menceritakan hal ini kepada sahabat saya yang meluruskan tentang pemikiran saya yang salah. “Saya memutuskan untuk mau kuliah dimana, jurusan apa saja masih tidak becus dan mesti konsultasi sana sini, bagaimana saya bisa menjadi seorang psikolog” jauh sekali daya piker saya, konyol sekali. Saya begitu takut jika nanti saya benar menjadi seorang psikolog saya akan gagal membuat klien saya puas dengan saya. Saya menangis sambil membuat keputusan. Dulu saya sempat, mungkin waktu kelas 1 SMA membicarakan “saya ingin ambil jurusan psikologi saat kuliah nanti” pada orang tua, namun mereka tidak setuju. Entahlah, pada akhirnya saya sekarang sudah menjadi mahasiswi semester 4 psikologi di kampus emas tersebut.

Banyak hal yang merubah jalan pikiran saya. Cara saya menulis, sudut pandang saya menulis, cara pandang saya terhadap orang-orang di sekitar dan banyak hal lainnya yang berubah dan terasa sekali. Masih banyak yang saya harus perbaiki perihal diri pribadi sebelum saya memperbaiki pribadi orang lain. Saya masih pusing paham mana yang saya harus anut; psikoanalisis, behavioral atau yang lain-lain.  Masih ada beberapa semester lagi sebelum saya bergelar S1. Doakan saya mampu menggali potensi saya dan kuat dengan materi pembelajaran yang saya rasa cukup berat karena melibatkan banyak memori masa lalu di otak. Hahahahahaha. Tapi, psikologi tidak semenyeramkan itu. Saya sangat menyukainya. J


No comments:

Post a Comment