Mengingatnya membuatku selalu
berkata “maaf” dan “terimakasih” dalam hati. 6 tahun silam, pernah aku dicintai
begitu mendalam. Yang hingga saat ini masih terpikir dalam benak, mengapa
datangnya saat itu. Terlalu cepat, pikirku. Bertemu saat aku sedang egois-egoisnya
dan saat aku sama sekali tak mampu mengucapkan apa yang ku mau darinya,
hubungan yang seperti apa yang bisa kita ciptakan lebih indah dari itu, yang
membuatnya tidak perlu berjuang sekeras itu, membuatku tidak perlu merasa tak
enak hati akan kebaikannya yang terlalu.
Mengapa tak kujumpainya saat ini atau tahun tahun kedepan setelahnya
keluhku dalam hati.
Saat itu yang ada dalam
pikiranku, aku tidak salah sebab aku memang tak mampu mencintainya, meski aku
tahu aku akan menyesali kepergiannya. Bahkan dia tidak pergi tapi aku yang
berkeras lari darinya. Aku mencari ruas… kemanapun! asal bukan berarah
kepadanya. Ku tantang diriku dan alam…. “suatu saat aku pasti menyesal tapi
tidak sekarang”. Tahun pertama masih sama. Tahun ke 2 pun juga. Tahun ke 3.
Tahun ke 4. Tahun ke 5. Tahun ke 6. Tantanganku terjawab. Ini berhenti ditahun
ke 6.
Tiap tahun yang berlalu, tak
berlalu dari ingatan ini bagaimana caranya membuatku pantas untuk mendapatkan
hal yang membuat bahagia. Hal yang membuatku merasa amat disayangi. Hal yang
membuat harga diriku meningkat.
Cerita tentang seseorang yang pernah
bersimpuh saat aku duduk di bangku teras depan rumah temanku. Bersimpuh
menggenggam buket bunga mawar merah. Aku lupa jumlahnya yang jelas lebih dari
10 tangkai bunga mawar merah. Lalu mengutarakan perasaannya padaku. Setelah kurang
lebih 6 bulan mendekatiku. Hari itu, sore itu sepulang sekolah, setelah
mengerjakan tugas, dan ingin mengantarku pulang dengan segala konspirasi yang direncanakan olehnya beserta teman-temanku sore itu. Mulut dan tangannya bergetar
namun tetap tersampaikan. Aku ditembak! Setelah ku terima, aku takut, senang,
semua menjadi satu. Aku sudah REMAJA! Ah indahnya masa SMA!.
Ada dalam kenangan yang amat
manis. Manisnya begitu khas. Adalah saat kala ia memberikan kejutan-kejutan
yang mengejutkan. Benar-benar mengejutkan. Adalah saat kamu menaruh kotak
berbungkus batik di atas bangku sekolah berisi coklat yang kusuka, setangkai
bunga mawar merah, novel cinta, dan juga sepucuk surat. Ku mencarimu saat bel
istirahat, namun tak kutemukan. “aku tidak masuk sekolah, sakit” balasan sms mu di hari itu. Yang
kemudian kau jelaskan bahwa kotak itu kau letakan saat jam 2 pagi di sekolah
saat semua orang terlelap, saat pak satpam berpatroli keliling sekolah. “APA
INI?! APA AKU SEDANG BERMAIN FTV” gumamku dalam hati dengan senangnya. Aku
merasa begitu berharga. Terimakasih.
Selanjutnya, ada sedikit drama.
Malam itu, dalam chat mu mengejutkanku “aku di depan rumah, keluarlah sebentar”
kupikir hanya tipuan. Benar rupanya. Diberikannya aku sebuah kotak. Lagi-lagi
kotak. Kali ini persegi panjang. “aku pergi main ya…”. Kemudian ia berlalu.
Kubuka isi kotaknya, kotak berisi coklat berbentuk borgol, yang tidak sempat
kupertanyakan. Mengapa borgol?. Kupikir karena bentuknya lucu jadi yasudahlah.
Kuletakkan saja di dalam kulkas. Keesokan paginya, pagi yang tidak damai saat
weekend. Papa membangunkanku. Bercerita tetanggaku berkerumun di depan pagar
rumah. Saat itu semua orang sedang panik dan berhati-hati berkat pemberitaan
mengenai bom buku. Salah satu warga bercerita mengenai pengintaian dirumahku
subuh tadi. Ada 2 orang yang melewati rumahku berkali-kali. Mereka meletakkan
bungkusan hitam, kresek hitam, kotak, seperti buku. Tetanggaku heboh dan takut
jika itu adalah bom buku yang diselipkan 2 orang tadi di sela-sela pagar
rumahku. Riuh tetanggaku semakin membuatku terbangun dalam tidurku. Tak ada
yang berani membuka kotak tersebut, diambilnya kayu dan sapu untuk mengorek… “apa isinya?” …. Saat terbuka warga
teriak “sabun batang” cerita mamaku. Aku
terbangun dan benar-benar terbangun saat semua riuh mereda. Papaku meletakkan
kotak tersebut di meja kamarku. Kotak yang dibuka ramai-ramai oleh warga.
Adalah kotak tersebut papaku bilang, “Sabun”. Setelah tercermati kotak tersebut
bertuliskan “dapur coklat” yang berisi 3 batang coklat berbentuk kuncup mawar
putih. Syukurlah bukan bom buku.
Kemudian seseorang menghubungiku, dalam chatnya berisi pengakuan, coklat
borgol yang ada dikulkasku bukan milikku, “coklatnya tertukar, jadi aku
letakkan diantara sela pagar rumahmu subuh tadi sepulang main dengan
teman”. Ia tidak menelfon karena takut
mengganggu. Pelaku bom buku yang dicurigai tetanggaku bukanlah pelaku bom buku.
Ia hanya kekasihku 6 tahun silam yang salah memberikan coklat berbentuk borgol
untuk kekasihnya. Setelah semuanya terjadi baru ku tahu ah itu dia…. Mengapa borgol….Hahaha.
Masih adakah ceritanya? Masih.
Begitu hbanyak hal hal yang kau berikan yang tidak terukur oleh apapun. bolehlah
kusimpan dalam long term memory
otakku. Ingatan tentang boneka kertas putih yang kau buat polanya sendiri dan
disakunya tertulis namaku; Boneka Danboo.
Ingatan tentang kotak berbalut kain batik coklat berisi scrap book wangi bunga serta
taburan-taburan fotoku dan kita didalamnya. Ingatan tentang lukisan wajahku
yang besar itu hadiah ulang tahunku. Ingatan tentang bingkai foto yang besar berbentuk
hati dan namaku berisikan taburan fotomu dan teman-teman satu angkatan kita
yang sedang tersenyum memegang tangkai bunga mawar. Ingatan tentang kaos bola
bernomor punggung ulang tahunku dan tanggal jadi kita. Ingatan tentang boneka
alien hijau bernama “Poo”, dengan alasan manisnya. Dan ingatan mengenai kain
putih bertuliskan namaku dengan tinta merah yang pernah kau kibarkan di puncak
gunung yang kau pijaki. Serta selebrasi gol yang kau tuju padaku di lapangan futsal.
Dalam ingatan. Terdalam. Semuanya
masih tersimpan. Yang akan selalu ku ingat saat aku disakiti orang lain. Saat aku
merasa lemah. Saat aku merasa tak berharga. Saat aku merasa dibuang. You save
me.
6 tahun silam adalah rahasia
mengenai aku yang sulit mengkomunikasikan apa yang aku rasakan, apa yang aku
inginkan, dan mungkin kau yang tidak mengerti kekuranganku sebab yang kau lihat
hanyalah lebihku. Hal itu yang membuat tak ada kenyamanan yang kurasakan. Hal yang membuat tak ada yang bisa kupelajari dari diriku. Tak ada
penyesalan, taka da rasa bersalah yang aku rasakan saat lari
sekencang-kencangnya darimu. Pernah terbersit dalam alam pikiranku. Inginku bertemu
suatu saat dengan orang yang sama dengan kepribadian yang berbeda. Seperti orang
baru yang tidak benar-benar baru. Namun, baru. Dengan aku yang sudah mampu
mengelola segala kurangku, denganmu yang tak lagi hanya melihat lebihku dan
kamu yang tetap mencintaiku dengan tanpa alasan. Betapa egoisnya pemikiran itu.
Ingin ku menertawai diriku sendiri. Tapi
yang aku tak bisa sesali adalah Tuhan memberikan pengalaman berharga. Bila aku
tak lari saat itu, aku tak akan pernah belajar. Tak akan pernah mengerti. Aku tak
berkembang menjadi diriku yang sekarang. Aku bertemu orang-orang yang
mencintaku tak setulus dirimu. Dari situ aku justru banyak belajar. Yang mungkin
aku takakan pernah dapat itu darimu. Sebab aku hanya menerima tanpa
berpikir. Aku hanya menerima tanpa memberi. Aku hanya diam sebab kamu yang
selalu bergerak ke arahku. Sekali lagi, aku ingin meminta maaf dan
berterimakasih. Dalam hatiku yang tulus, dalam hatiku yang sudah banyak
belajar, dalam hatiku yang baru mampu mengungkapkannya melalui tulisan ini
setelah 6 tahun berlalu. Tak ada maksud lain selain untuk mengungkapkan betapa aku berterimakasih, betapa aku benar-benar merasa bahagia pernah dipertemukan denganmu, betapa aku amat bersyukur pernah menjadi seseorang yang mengisi hatimu, pernah menjadi seseorang yang diperlakukan seperti aku saat aku menjadi kekasihmu. Pelajaran yang terlambat datangnya namun pasti yaitu mengenai—tidak perlu menyesali kebaikan yang pernah terberi, menyesal lah sebab kamu tidak pernah memberi. Maaf dan terimakasih, Kekasihku 6 tahun silam.
No comments:
Post a Comment