Friday, August 25, 2017

Kekasihku 6 Tahun Silam

Mengingatnya membuatku selalu berkata “maaf” dan “terimakasih” dalam hati. 6 tahun silam, pernah aku dicintai begitu mendalam. Yang hingga saat ini masih terpikir dalam benak, mengapa datangnya saat itu. Terlalu cepat, pikirku. Bertemu saat aku sedang egois-egoisnya dan saat aku sama sekali tak mampu mengucapkan apa yang ku mau darinya, hubungan yang seperti apa yang bisa kita ciptakan lebih indah dari itu, yang membuatnya tidak perlu berjuang sekeras itu, membuatku tidak perlu merasa tak enak hati akan kebaikannya yang terlalu.  Mengapa tak kujumpainya saat ini atau tahun tahun kedepan setelahnya keluhku dalam hati.

Saat itu yang ada dalam pikiranku, aku tidak salah sebab aku memang tak mampu mencintainya, meski aku tahu aku akan menyesali kepergiannya. Bahkan dia tidak pergi tapi aku yang berkeras lari darinya. Aku mencari ruas… kemanapun! asal bukan berarah kepadanya. Ku tantang diriku dan alam…. “suatu saat aku pasti menyesal tapi tidak sekarang”. Tahun pertama masih sama. Tahun ke 2 pun juga. Tahun ke 3. Tahun ke 4. Tahun ke 5. Tahun ke 6. Tantanganku terjawab. Ini berhenti ditahun ke 6.

Tiap tahun yang berlalu, tak berlalu dari ingatan ini bagaimana caranya membuatku pantas untuk mendapatkan hal yang membuat bahagia. Hal yang membuatku merasa amat disayangi. Hal yang membuat harga diriku meningkat.

Cerita tentang seseorang yang pernah bersimpuh saat aku duduk di bangku teras depan rumah temanku. Bersimpuh menggenggam buket bunga mawar merah. Aku lupa jumlahnya yang jelas lebih dari 10 tangkai bunga mawar merah. Lalu mengutarakan perasaannya padaku. Setelah kurang lebih 6 bulan mendekatiku. Hari itu, sore itu sepulang sekolah, setelah mengerjakan tugas, dan ingin mengantarku pulang dengan segala konspirasi yang direncanakan olehnya beserta teman-temanku sore itu. Mulut dan tangannya bergetar namun tetap tersampaikan. Aku ditembak! Setelah ku terima, aku takut, senang, semua menjadi satu. Aku sudah REMAJA! Ah indahnya masa SMA!.

Ada dalam kenangan yang amat manis. Manisnya begitu khas. Adalah saat kala ia memberikan kejutan-kejutan yang mengejutkan. Benar-benar mengejutkan. Adalah saat kamu menaruh kotak berbungkus batik di atas bangku sekolah berisi coklat yang kusuka, setangkai bunga mawar merah, novel cinta, dan juga sepucuk surat. Ku mencarimu saat bel istirahat, namun tak kutemukan. “aku tidak masuk sekolah, sakit” balasan sms mu di hari itu. Yang kemudian kau jelaskan bahwa kotak itu kau letakan saat jam 2 pagi di sekolah saat semua orang terlelap, saat pak satpam berpatroli keliling sekolah. “APA INI?! APA AKU SEDANG BERMAIN FTV” gumamku dalam hati dengan senangnya. Aku merasa begitu berharga. Terimakasih.

Selanjutnya, ada sedikit drama. Malam itu, dalam chat mu mengejutkanku “aku di depan rumah, keluarlah sebentar” kupikir hanya tipuan. Benar rupanya. Diberikannya aku sebuah kotak. Lagi-lagi kotak. Kali ini persegi panjang. “aku pergi main ya…”. Kemudian ia berlalu. Kubuka isi kotaknya, kotak berisi coklat berbentuk borgol, yang tidak sempat kupertanyakan. Mengapa borgol?. Kupikir karena bentuknya lucu jadi yasudahlah. Kuletakkan saja di dalam kulkas. Keesokan paginya, pagi yang tidak damai saat weekend. Papa membangunkanku. Bercerita tetanggaku berkerumun di depan pagar rumah. Saat itu semua orang sedang panik dan berhati-hati berkat pemberitaan mengenai bom buku. Salah satu warga bercerita mengenai pengintaian dirumahku subuh tadi. Ada 2 orang yang melewati rumahku berkali-kali. Mereka meletakkan bungkusan hitam, kresek hitam, kotak, seperti buku. Tetanggaku heboh dan takut jika itu adalah bom buku yang diselipkan 2 orang tadi di sela-sela pagar rumahku. Riuh tetanggaku semakin membuatku terbangun dalam tidurku. Tak ada yang berani membuka kotak tersebut, diambilnya kayu dan sapu untuk mengorek… “apa isinya?” …. Saat terbuka warga teriak “sabun batang” cerita mamaku.  Aku terbangun dan benar-benar terbangun saat semua riuh mereda. Papaku meletakkan kotak tersebut di meja kamarku. Kotak yang dibuka ramai-ramai oleh warga. Adalah kotak tersebut papaku bilang, “Sabun”. Setelah tercermati kotak tersebut bertuliskan “dapur coklat” yang berisi 3 batang coklat berbentuk kuncup mawar putih. Syukurlah bukan bom buku.  Kemudian seseorang menghubungiku, dalam chatnya berisi pengakuan, coklat borgol yang ada dikulkasku bukan milikku, “coklatnya tertukar, jadi aku letakkan diantara sela pagar rumahmu subuh tadi sepulang main dengan teman”.  Ia tidak menelfon karena takut mengganggu. Pelaku bom buku yang dicurigai tetanggaku bukanlah pelaku bom buku. Ia hanya kekasihku 6 tahun silam yang salah memberikan coklat berbentuk borgol untuk kekasihnya. Setelah semuanya terjadi baru ku tahu ah itu dia…. Mengapa borgol….Hahaha.

Masih adakah ceritanya? Masih. Begitu hbanyak hal hal yang kau berikan yang tidak terukur oleh apapun. bolehlah kusimpan dalam long term memory otakku. Ingatan tentang boneka kertas putih yang kau buat polanya sendiri dan disakunya tertulis namaku; Boneka Danboo. Ingatan tentang kotak berbalut kain batik coklat berisi  scrap book wangi bunga serta taburan-taburan fotoku dan kita didalamnya. Ingatan tentang lukisan wajahku yang besar itu hadiah ulang tahunku. Ingatan tentang bingkai foto yang besar berbentuk hati dan namaku berisikan taburan fotomu dan teman-teman satu angkatan kita yang sedang tersenyum memegang tangkai bunga mawar. Ingatan tentang kaos bola bernomor punggung ulang tahunku dan tanggal jadi kita. Ingatan tentang boneka alien hijau bernama “Poo”, dengan alasan manisnya. Dan ingatan mengenai kain putih bertuliskan namaku dengan tinta merah yang pernah kau kibarkan di puncak gunung yang kau pijaki. Serta selebrasi gol yang kau tuju padaku di lapangan futsal. 

Dalam ingatan. Terdalam. Semuanya masih tersimpan. Yang akan selalu ku ingat saat aku disakiti orang lain. Saat aku merasa lemah. Saat aku merasa tak berharga. Saat aku merasa dibuang. You save me.

6 tahun silam adalah rahasia mengenai aku yang sulit mengkomunikasikan apa yang aku rasakan, apa yang aku inginkan, dan mungkin kau yang tidak mengerti kekuranganku sebab yang kau lihat hanyalah lebihku. Hal itu yang membuat tak ada kenyamanan yang kurasakan. Hal yang membuat tak ada yang bisa kupelajari dari diriku. Tak ada penyesalan, taka da rasa bersalah yang aku rasakan saat lari sekencang-kencangnya darimu. Pernah terbersit dalam alam pikiranku. Inginku bertemu suatu saat dengan orang yang sama dengan kepribadian yang berbeda. Seperti orang baru yang tidak benar-benar baru. Namun, baru. Dengan aku yang sudah mampu mengelola segala kurangku, denganmu yang tak lagi hanya melihat lebihku dan kamu yang tetap mencintaiku dengan tanpa alasan. Betapa egoisnya pemikiran itu. Ingin ku menertawai diriku sendiri.  Tapi yang aku tak bisa sesali adalah Tuhan memberikan pengalaman berharga. Bila aku tak lari saat itu, aku tak akan pernah belajar. Tak akan pernah mengerti. Aku tak berkembang menjadi diriku yang sekarang. Aku bertemu orang-orang yang mencintaku tak setulus dirimu. Dari situ aku justru banyak belajar. Yang mungkin aku takakan pernah dapat itu darimu. Sebab aku hanya menerima tanpa berpikir. Aku hanya menerima tanpa memberi. Aku hanya diam sebab kamu yang selalu bergerak ke arahku. Sekali lagi, aku ingin meminta maaf dan berterimakasih. Dalam hatiku yang tulus, dalam hatiku yang sudah banyak belajar, dalam hatiku yang baru mampu mengungkapkannya melalui tulisan ini setelah 6 tahun berlalu. Tak ada maksud lain selain untuk mengungkapkan betapa aku berterimakasih, betapa aku benar-benar merasa bahagia pernah dipertemukan denganmu, betapa aku amat bersyukur pernah menjadi seseorang yang mengisi hatimu, pernah menjadi seseorang yang diperlakukan seperti aku saat aku menjadi kekasihmu. Pelajaran yang terlambat datangnya namun pasti yaitu mengenai—tidak perlu menyesali kebaikan yang pernah terberi, menyesal lah sebab kamu tidak pernah memberi. Maaf dan terimakasih, Kekasihku 6 tahun silam.

No comments:

Post a Comment