Kemarin di awal malam, kita berjalan di atas aspal basah, tak licin, daun coklat berjatuhan yang mulai layu menempel padanya. Tangan kita saling menggenggam, seakan telapakmu dan telapakku adalah wujud dua kutub yang berbeda. Melekat, tarik menari, menyenangi perbedaan, ada saling didalamnya.
Bulan tak ada, entah kemana. Bintang ramai dan yang paling terang adalah milik kita. Sayang, malam sudah indah dengan tanpamu, selebihnya, akan lebih indah denganmu. Sayang, lampu taman yang ku lihat tak begitu bersinar lagi saat kamu bersamaku. Kamu lebih teran dari itu. Apa lagi yang lebih indah dari ini? Atmosfer segar selesai hujan pergi, aspal basah yang tak licin, daun berjatuhan, ranting basah, pohon meneduh, tempat ramai tak padat, dan cukup kamu. Apa lagi yang lebih indah dari itu?
Pelukmu analoginya seperti kopi atau coklat hangan dalam dingin yang menusuk. Tatapmu meneduhkan, seperti ada rumah yang indah didalamnya, dan disana tempatku singgah, enggan untuk keluar, enggan untuk bepergian.
Tak ada niatan bagiku untuk menghitung berapa banyak malam yang kita habiskan bersama. Tak ada yang perlu ku hitung. Tak usah kita hitung. Nikmati saja. Sama dengan cerahnya hari, mendungnya ia, dan beranginnya ia. Seberapa banyak?.... entah... alam tak berani menyebut, "Tak pernah cukup" katanya.
-deaeka
No comments:
Post a Comment